Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teka-Teki Terakhir Penyelamat Reading Slump

Saat di sekolah dulu, saya tidak pernah menyukai pelajaran matematika. Ini kenyataan. Apalagi ketika mendapatkan nilai yang buruk atau, saat diminta guru untuk mengerjakan di depan kelas. Rasanya ingin mundur dan menangis. Tapi berbeda dengan yang dilakukan Laura di novel Teka-Teki Terakhir karya Annisa Ihsani. Meskipun mendapatkan nilai NOL, ya NOL di kuis dadakan yang diadakan Pak Larson pada suatu hari di Bulan Maret. Laura memang merasa jengkel. Ingin mendramatisir nilai NOL nya dengan membuat perahu kemudian diapungkan di sungai di dekat rumahnya. Tapi yang dilakukannya berbeda. Dia tetap membawa perahu tersebut kemudian membuang lembar jawaban hasil kuis ke tong sampah yang ditemuinya pertama kali setelah menyeberang sungai.

Sore itu, sewaktu Laura pulang sekolah dengan melewati jalur yang sama. Dia disapa oleh tetangganya. Ada desas-desus mengenai tetangga tersebut. Diketahui, orang yang tinggal di dekat sungai adalah sepasang suami-istri. Tapi mereka tidak tahu persis apa sebenarnya pekerjaan orang yang tinggal di Jalan Eddington nomor 112 tersebut. Ada yang bilang, mereka sekumpulan penjahat yang kabur, ada yang bilang rumah besar bercat putih itu berhantu. Maka dari itu, sewaktu seseorang yang Laura kenal sebagai Tuan Maxwell menyapanya, dia merasa kaget, takut, tapi sekaligus penasaran. 

Laura tidak menyangka ternyata Tuan Maxwell mengetahui namanya. Bayangkan selama 15 tahun Tuan Maxwell tinggal di daerah tersebut, Laura tidak pernah bertemu dengannya. Hanya mendengar namanya saja. Tuan Maxwell memberikan lembar jawaban yang dibuang oleh Laura dan menambahkan catatan di sana. Kemudian memberikan sebuah buku berjudul Nol: Asal-usul dan Perjalanannya. Buku tentang nol. "Mendapat nol tidak terlalu buruk, terutama setelah begitu lama pencariannya.” Begitu kira-kira pesan Tuan Maxwell sebelum Laura melanjutkan perjalanan pulangnya.

Percakapan singkat bersama Tuan Maxwell membawa Laura memasuki rumah mewah tersebut. Dia akhirnya berkenalan dengan Nyonya Maxwell dan kucing mereka, Eratosthenes. Setiap hari luangnya, Laura akan mampir ke rumah tersebut, belajar matematika bersama Tuan Maxwell atau sekedar membaca buku fiksi kesukaannya. Rumah Tuan Maxwell mempunyai perpustakaan dengan banyak buku berbagai macam genre. 

Setelah beberapa kali main ke rumah pasangan Maxwell, Laura jadi tahu sebenarnya pekerjaan Tuan Maxwell adalah ahli matematika. Di usianya yang tidak lagi muda, dia bersemangat memecahkan Teorema Terakhir Fermat. 

Teori tersebut dicetuskan Pierre de Fermat pada tahun 1637. Tapi pernyataan Fermat buktinya hanya untuk beberapa nilai n. Belum ada yang bisa membuktikan untuk semua nilai n. Hingga tahun 1992, belum ada yang bisa memberikan bukti teorema tersebut. Dan Tuan Maxwell berharap menjadi orang yang berhasil memecahkan pembuktian Teorema Terakhir Fermat.

Selama membaca beberapa halaman, awalnya saya mengira kalau novel tersebut akan menjadi bacaan ringan yang menyelamatkan saya dari reading slump. Ternyata saya salah besar. Justru setelah membaca, saya jadi banyak berpikir. Terutama tentang banyaknya teori dalam matematika yang dijelaskan dalam novel tersebut. Mulai dari istilah teorema yang ternyata untuk bisa disebut teorema harus memiliki bukti formal valid. Kemudian ada istilah konjektur. Sebutan untuk pernyataan yang diyakini benar, tapi belum didukung bukti formal. Dan banyak istilah lain yang membuat kita berpikir, “ternyata matematika tidak hanya bicara tentang angka.”

Sekian sedikit pengalaman membaca dari saya. Novelnya sangat direkomendasikan untuk dibaca. Meskipun membuat pusing, nyatanya novel ini berhasil menyelamatkan saya dari reading slump!


Rahmalia Fauza
Rahmalia Fauza On ne voit bien qu'avec le cœur. L'essentiel est invisible pour les yeux.

Posting Komentar untuk "Teka-Teki Terakhir Penyelamat Reading Slump"