JANE EYRE: Akal Sehat Harus Melawan Igauan, Otak Harus Mengekang Emosi
Dibesarkan atas belas kasih pamannya kemudian dilanjutkan diasuh oleh bibinya yang kejam, Jane Eyre tumbuh menjadi gadis yang cukup pendiam dan berwatak keras. Watak yang ia pikir bisa melindungi dirinya dari perlakuan tidak adil dan semena-mena bibinya juga sepupu-sepupunya.
Lowood menjadi salah satu tempat bersejarah bagi kehidupan Jane Eyre. Kepada Mr. Brocklehurst, sang pemilik sekolah, bibi Jane menceritakan betapa nakalnya Jane. Anak perempuan yang begitu merepotkan, punya perangai kasar dan suka berbohong. Penilaian tidak adil tersebut didasarkan pada ketidaksukaan bibi Jane terhadap Jane.
Hari-hari pertama menghabiskan waktu di sekolah cukup berat untuk Jane kecil yang saat itu berusia 10 tahun. Ia dikucilkan atas perintah Mr. Brocklehurst yang mengumumkan watak kasar dan suka pembohong Jane di depan teman-temannya dan guru-gurunya. Dia berkata bahwa tidak sepatutnya anak yang memiliki perangai kasar dan suka berbohong tersebut ditemani dan diperlakukan dengan terpuji. Meskipun begitu, ada satu anak yang menjadi teman Jane untuk menghabiskan hari di Lowood serta seorang guru yang menyemangatinya untuk membuktikan bahwa dakwaan yang ditujukan kepada Jane adalah salah. Satu teman tersebut bernama Helen Burns. Bersamanya, Jane merasa punya figur seorang teman, sahabat, juga seorang kakak.
“Kekerasan bukan jalan terbaik untuk mengalahkan kebencian-begitu pula balas dendam bukan cara paling pasti untuk menyembuhkan kepedihan. Bagiku, hidup terlalu pendek untuk dihabiskan dengan memelihara permusuhan atau mengingat kesalahan orang lain. It is not violence that best overcomes hate—nor vengeance that most certainly heals injury. Life appears to me too short to be spent in nursing animosity or registering wrongs.”
Setelah enam tahun dihabiskan untuk belajar dan dua tahun untuk menjadi guru di sekolah tersebut, karakter-karakter Jane yang cukup ambisius dan ingin menjadi yang paling unggul terbentuk.
Jane termasuk bukan orang yang suka berdiam diri. Dia cukup aktif dan berbakat dalam mengerjakan banyak hal. Namun ada kalanya kebosanan datang menyerangnya. Seperti yang dirasakannya di tahun kedelapan ia berada di Lowood. Merasa sudah tidak ada getaran semangat dan terlalu bosan menjalani rutinitasnya, Jane memberanikan diri mengambil keputusan untuk keluar dari sekolah tersebut. Namun Jane hanyalah seorang manusia biasa yang memiliki ketakutan, kekhawatiran akan masa depan (sesuatu yang baru) yang akan dijalaninya juga ketakutan akan keputusan serta resiko yang akan menyertainya.
“Lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap orang muda. Aku berpikir bahwa tahap kehidupan yang lebih indah sudah dimulai bagiku, tahap yang akan membawa bunga dan kenikmatan, sekaligus duri dan kesakitan. Externals have a great effect on the young: I thought that a fairer era of life was beginning for me, one that was to have its flowers and pleasures, as well as its thorns and toils.”
Thornfield menjadi destinasi hidup Jane selanjutnya. Jane menjadi seorang guru privat untuk anak asuh sang pemilik rumah yang bernama Mr. Rochester. Karakter Jane yang tidak mudah berpuas diri dalam mencapai sesuatu bisa menjadi inspirasi. Jane ingin wanita selayaknya diberi kesempatan untuk menunjukkan apa yang mereka pikirkan dan ingin lakukan. Diberi kesempatan layaknya laki-laki. Jangan ditertawakan maupun diremehkan.
“Sia-sia saja mengatakan bahwa manusia semestinya puas dengan ketenteraman. Manusia membutuhkan kesibukan, dan mereka akan menciptakan kesibukan itu kalau tidak bisa menemukannya. It is in vain to say human beings ought to be satisfied with tranquillity: they must have action; and they will make it if they cannot find it.”
“Pada umumnya, wanita semestinya dianggap tenang, tetapi wanita juga seperti laki-laki; mereka perlu mengasah akal dan pikiran, dan membutuhkan ladang untuk mempraktikkan upaya mereka, sama seperti saudara-saudara mereka. Women are supposed to be very calm generally: but women feel just as men feel; they need exercise for their faculties, and a field for their efforts, as much as their brothers do.”
Jika ada satu buku yang bisa menggambarkan sebuah karakter, Jane Eyre akan masuk dalam list buku saya yang cukup mendekati dengan karakter dan pikiran saya.
“Tetaplah pada kalanganmu dan hormati dirimu sendiri agar kau tidak menghamburkan segenap cinta, jiwa, dan kekuatanmu kepada orang yang tidak menginginkannya dan hanya akan membuat dirimu hina. Keep to your caste, and be too self-respecting to lavish the love of the whole heart, soul, and strength, where such a gift is not wanted and would be despised.”
Masih banyak hal lagi yang menarik dalam buku Jane Eyre karya Charlotte Brontë. Buku yang begitu menyentuh yang menceritakan pengalaman Jane Eyre dari dia kecil hingga dia dewasa. Dari dia mengenal apa itu trauma, kesakitan, kesepian, hingga merasakan jatuh cinta dan patah hati dalam waktu bersamaan.
“Aku menatap, dan merasakan kegembiraan yang amat kuat-kegembiraan yang indah namun menyedihkan; emas murni dengan ujung kepedihan sekeras baja: kegembiraan seperti yang mungkin dirasakan orang yang hampir mati kehausan, yang tahu bahwa sumur yang dicapainya dengan bersusah payah merangkak ternyata berisi air beracun, namun tetap saja dia membungkuk dan meminum air yang terasa begitu nikmat. I looked, and had an acute pleasure in looking—a precious yet poignant pleasure; pure gold, with a steely point of agony: a pleasure like what the thirst-perishing man might feel who knows the well to which he has crept is poisoned, yet stoops and drinks divine draughts nevertheless.”
Review yang bagus. Sepertinya harus lanjut baca lagi 😁 btw saran kak coba review novel The Hobbit karya J. R. R. Tolkien, salah satu novel dengan bahasa yang bagus dan ide cerita yang seru.
BalasHapus