Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

To Kill a Mockingbird: Dengannya, Hidup Adalah Rutin. Tanpanya, Hidup Tak Tertahankan.

Kau baru bisa memahami seseorang kalau kau sudah memandang suatu situasi dari sudut pandangnya–kalau kau sudah memasuki kulitnya dan berjalan-jalan di dalamnya.”

Sebuah kalimat pembuka di buku yang membuat kita tidak sabar untuk segera membaca buku karya Harper Lee. Buku yang menghabiskan waktu selama hampir dua bulan diselesaikan dengan kesan yang cukup mendalam. Buku yang menerima Penghargaan Pulitzer Prize untuk kategori fiksi pada tahun 1961 ini mengambil sudut pandang seorang gadis kecil bernama Scout.

Di bukunya yang terbit tahun 1960, Harper Lee membawa kita menjelajahi Maycomb County tempat Scout dan kakaknya bernama Jem menghabiskan hari. Buku ini diawali dari Jem dan Scout yang kembali menengok ke masa lalu membahas apa dan siapa penyebab lengan Jem patah di umur hampir tujuh belas tahun.

Akan selalu ada hal-hal yang ditanyakan Scout pada ayahnya, Atticus Finch yang berprofesi sebagai pengacara. Salah satunya di halaman paling awal adalah bahwa jika ingin menilik penyebab lengan Jem patah dengan mengambil sudut pandang begitu luasnya, berarti nenek moyang mereka yang menjadi penyebab membuat mereka ada dan tinggal di sana.

Pertanyaan-pertanyaan polos Jem dan Scout yang diajukan kepada Atticus menjadi hiburan tersendiri dalam proses membaca buku ini. Begitu pula, jawaban-jawaban Atticus dalam menanggapi pertanyaan kedua anaknya dengan begitu lugas dan tegas. 

Scout pintar untuk membagikan kisahnya kepada pembaca, menceritakan tentang apa yang dilakukan dan dialaminya setiap hari. Termasuk menceritakan kisah temannya di sekolah dan para tetangganya bersama Jem dan Dill (teman Scout yang selalu ada ketika musim panas).

Kutipan pembuka yang ada di buku diucapkan oleh Atticus setelah Scout menceritakan hari pertamanya di sekolah, “Kalau kau bisa mempelajari satu keterampilan sederhana, Scout, kau bisa bergaul lebih baik dengan berbagai jenis orang. Kau baru bisa memahami seseorang kalau kau sudah memandang suatu situasi dari sudut pandangnya–kalau kau sudah memasuki kulitnya dan berjalan-jalan di dalamnya.”

Yang membuat buku ini menarik juga tak lepas dari bagaimana cara Atticus mendidik kedua anaknya seorang diri meskipun selalu mendapat kritik dari saudaranya. Jem dan Scout begitu menghormati Atticus karena Atticus selalu bermain bersama mereka, membaca buku untuk mereka, dan tidak pernah mencampuri urusan mereka, serta bisa menjadi teladan yang baik bagi Jem dan Scout.

"Keberanian adalah saat kau tahu kau akan kalah sebelum memulai, tetapi kau tetap memulai dan kau merampungkannya, apa pun yang terjadi. Kau jarang menang, tapi kau bisa menang."

Hal menarik lainnya adalah ketika terdapat kasus pelecehan seksual yang didakwakan Kaum Kulit Putih kepada Kaum Negro. Pembelajaran langsung dari Atticus untuk Jem dan Scout tentang apa itu hukum dan keadilan. Hukum yang seharusnya bisa adil untuk semua tanpa ada diskriminasi. Apa yang dipikirkan Jem, bisa menjadi refleksi, “Kalau ada satu jenis manusia, mengapa mereka tidak bisa rukun? Kalau mereka semua sama, mengapa mereka merepotkan diri untuk saling membenci?”.

Buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca. Bahkan buku ini dinobatkan pada peringkat teratas setelah injil untuk dibaca sebelum seseorang meninggal. Pada tahun 1962, buku ini diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama.

Sebagai pungkasan, ada kutipan bagus dari Atticus,  “Tetapi sebelum aku mampu hidup bersama orang lain. Aku harus hidup dengan diriku sendiri. Satu hal yang tidak tunduk pada mayoritas adalah nurani seseorang.” 



Rahmalia Fauza
Rahmalia Fauza On ne voit bien qu'avec le cœur. L'essentiel est invisible pour les yeux.

Posting Komentar untuk "To Kill a Mockingbird: Dengannya, Hidup Adalah Rutin. Tanpanya, Hidup Tak Tertahankan."